Pada hari Senin yang bertepatan dengan
tanggal 6 Februari 2023, belahan bumi yang masyhur akan berbagai macam
keindahan dan keelokannya kini hancur dalam sekejap mata karena diluluh-lantahkan
bencana atau musibah yang hakikatnya tidak dapat diketahui oleh manusia
manapun. Disaat aku dan teman-teman masih menikmati liburan musim dingin, Allah
guncangkan bumi permai ini dengan sekuat-kuatnya guncangan yang tiada hentinya.
Malam sebelum kejadian, kami bersepuluh masih tertawa ria bertukar cerita dan
tawa satu sama lain. Namun belum sempat menyambut pagi hari yang cerah, kami
harus lebih dulu diselimuti dengan perasaan takut dan cemas.
Pukul
04.20 TRT atau waktu Turki, kami terbangun sigap berkumpul di tengah ruangan seraya
menunggu gempa dengan kekuatan 7.8 SR berhenti, agar situasi sedikit menjadi lebih
aman dan tenang untuk menyelamatkan diri. Tetapi rumah terus terguncang dan
atap-atapnya berjatuhan mengenai aku dan beberapa dari teman-temanku. Dengan
terpaksa kami memutuskan untuk berlari keluar dari rumah yang terletak di
lantai 3 gedung apartemen tersebut melewati tangga tanpa mengenakan hijab dan
juga sandal. Sedangkan di luar salju turun cukup deras, kaki berjalan di atas
hamparan es yang seketika membuatnya mati rasa dan tak mampu bertahan tuk
berdiri lama. "Tadi pemanas ruangan belum sempat kita matiin ya, takutnya
ikut kejatuhan reruntuhan atap dan apinya menjalar membakar barang-barang bahkan
rumah kita" jelas Latifah ditengah kepanikan dan jeritan tangis tetangga.
Lalu aku, Mutia dan Eva memutuskan untuk kembali ke rumah berniat ingin mematikan pemanas ruangan itu. Ketika baru menginjakkan kaki di dalam rumah dan hendak menyalakan lampu kamar
tidur yang mati tiba-tiba gempa susulan sebesar 6.1 SR datang. Dengan
spontanitas tinggi, aku memanggil Mutia dan Eva untuk segera berlari keluar
rumah. Saat berhasil menapakkan kaki di luar rumah untuk kedua kalinya,
ternyata Ulya dan Eva telah mengambil beberapa alas kaki dan tutup kepala seadanya untuk kami gunakan seperti jilbab atau handuk dari jemuran pakaian.
Pukul
08.00 TRT pagi, pusat informasi mengirimkan pesan peringatan terhadap gempa
susulan ke semua perangkat komunikasi. Sehingga membuat kami untuk tidak
memasuki rumah terlebih dahulu dan memutuskan untuk mengungsi sementara di
masjid terdekat dari rumah dengan memakai alas kaki dan tutup kepala seadanya. Sampai
pukul 13.00 TRT gempa susulan dengan kekuatan yang sama lagi-lagi datang menambah perasaan takut dan cemas kami. Semua
orang yang mengungsi di masjid tersebut ikut menyelamatkan diri menerobos derasnya
salju yang turun di luar masjid. Salju putih cantik nan anggun turun beriringan
dengan air mata tangisan kekhawatiran kami. Akankah kami mati disini ya Allah?
Gumam ku dalam hati sembari menghapus air mata yang enggan berhenti.
Lebih dari 24 jam menetap di dalam masjid tidak
membuat perasaan takut dan cemas kami lenyap begitu saja. Karena tekanan gempa
masih tetap terasa walaupun kami telah berhasil menyelamatkan diri ke masjid
dengan arsitektur dan konstruksi yang terbilang cukup kuat. Tetapi sehari
setelah melewati malam yang penuh kegusaran dan kekecewaan tersebut, Bapak
Kedubes Turki bersama pihak KBRI lainnya
datang menjemput seluruh mahasiswa/i Indonesia di kota-kota terdampak gempa
termasuk kota ku yang hanya memiliki jarak 3 km dari titik pusat gempa dahsyat
sepanjang sejarah Turki ini. 6 jam perjalanan Gaziantep-Ankara yang lazim
dirasakan setiap musafir atau orang-orang yang bepergian, kini kami harus
melalui momen tersebut selama 14 jam karena terjadi banyak kerusakan jalan dan
pengalihan jalur transportasi.
Sesampainya di wisma KBRI Ankara kami disambut
dengan hangat oleh relawan-relawan dari PPI (Persatuan Pelajar Indonesia) Ankara
dan beberapa kota Turki lainnya. Kami juga dapat merasakan kesedihan dan
kegundahan yang begitu besar dari warga Indonesia kota-kota terdampak gempa
lainnya, terkadang juga air mata menjadi lantunan syahdu yang menemani
keseharian kami selama berada di wisma tersebut. Berbagai macam profesi mulai
dari pelajar, pekerja, sampai diaspora pun semuanya turut di evakuasi
oleh pihak KBRI. Begitu besar perjuangan dan kepedulian negara tercinta,
Indonesia. Seluruh kebutuhan pangan mulai dari makanan, baju, dan tempat tidur
telah terpenuhi dan disediakan untuk kami yang sekarang benar-benar tidak
memiliki apa-apa.
Saudara-saudari seiman dan seperjuangan, perlu kita
ketahui bahwa sangat begitu cepat dan mudah Allah ganti kebahagiaan dengan
kesedihan, keindahan dengan kerusakan, kekuatan dengan kelemahan. Semuanya
berjalan sesuai kehendak-Nya. Yang tadinya masih tertawa ria kini hanya bisa
menangis dan berserah diri penuh rela. Berharap dapat terus berlapang dada dan
bersyukur karena tiada peristiwa yang terjadi melainkan untuk menghadirkan
sebuah hikmah.
Dalam hitungan menit Allah guncangkan bumi ini
seketika pula terlihat bahwa semua manusia di dunia ini sama. Harta, tahta,
kekuatan dan kekuasaan hancur lebur menjadi satu. Seketika rasa takut dan cemas
menemani dan menyelimuti jiwa serta perasaan pada malam-malam yang menurut kami
sangatlah menakutkan. Air mata mengalir deras melihat dan mendengar kegusaran
serta kekecewaan sanak saudara diseberang sana.
Dari kejadian ini, kami banyak belajar. Belajar
untuk lebih mensyukuri segala sesuatu yang kami punya baik dalam bentuk kecil
maupun besar. Terutama apa yang masih bisa kami nikmati dan miliki saat ini.
Yang sebelumnya kami masih berbaring diatas kasur dan tertidur dengan lelap
kini hanya beralaskan seadanya ditempat yg disediakan oleh pihak yang
memberikan bantuan, masih memasak makanan sesuka hati kini hanya bisa menerima
pemberian belas kasih sesama, masih memilih dan memakai baju dengan berbagai
variasi bentuk dan warna kini harus menunggu sumbangan baju dari orang lain
dulu. Begitu banyak hal-hal kecil yang belum kami syukuri sebelumnya.
Musibah ini merupakan teguran sekaligus pemberian
berwujud indah dari-Nya, karena dapat meningkatkan kesadaran manusia terhadap
rasa syukur dan tawakkal yang patut dipanjatkan. Sebab masih diberikan
kesempatan untuk lebih banyak muhasabah diri.
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا
إِلَيْهِ رَاجِعُوْنَ
Musibah ini telah mengambil orang-orang yang
dicintai, dan yang masih sehat serta selamat telah diberikan traumatik yang
luar biasa. Namun tiada hal lain yang dapat dipetik selain hikmah. Kepergian
mengajarkan konsep yang berbunyi bahwa tidak ada yang kekal dan abadi di dunia
ini tetapi keselamatan mengajarkan segala sesuatu pasti akan tetap kembali pada
pencipta-Nya.
Lekas sembuh Turki, kami padamu.
Ankara, 19 Februari 2023
.jpg)